- Basri Matta : Kritik itu vitamin Demokrasi, Tidak Siap Jangan Jadi Pejabat
KENDARI,GAGASSULTRA.COM - Dugaan kriminalisasi puluhan mahasiswa asal Sulawesi Tenggara (Sultra) yang menggelar aksi di Kantor Penghubung Sultra di Jakarta beberapa waktu lalu mendapat reaksi dari sejumlah pihak. Salah satunya datang dari tokoh pergerakan Sultra, Basri Matta.
Dalam rilisnya yang diterima media ini, Jumat (10/10/2025), Basri Matta mengingatkan kepada semua pihak serta pejabat publik agar lebih bijak saat menerima kritikan dan saran dari masyarakat maupun mahasiswa.
" Peristiwa itu harus dijadikan pelajaran berharga bagi seluruh pihak, terutama pejabat publik, agar lebih bijak dan berjiwa besar dalam menghadapi kritik dari Mahasiswa maupun masyarakat, " kata Om Basri sapaan akrabnya.
Dikatakan, mahasiswa itu anak-anak yang berasal dari Sultra, mereka datang membawa suara nurani, bukan kebencian. Sehingga, jangan dipadamkan idealisme mereka hanya karena berbeda pandangan.
" Kritik adalah cermin, bukan ancaman.Demonstrasi dan kritikan Mahasiswa merupakan bagian dari kehidupan demokrasi yang sehat. Harusnya pejabat publik, harus mampu menahan diri dan memandang kritikan tersebut, sebagai cermin untuk memperbaiki diri, bukan sebagai ancaman terhadap kewibawaan, " tegasnya.
Untuk itu, menjadi pejabat itu bukan soal pangkat, akan tetapi soal mental. Kalau dikritik lalu marah, berarti belum siap jadi pelayan publik. Kritik itu vitamin bagi demokrasi.
" Tindakan Hukum terhadap Mahasiswa dilakukan secara proporsional dan manusiawi, tanpa mengabaikan semangat kebebasan berpendapat yang dijamin oleh Konstitusi, " imbuhnya.
Dalam konteks penahanan Mahasiswa, Basri Matta secara khusus menyampaikan pesan kepada Gubernur Sultra Mayjen Andi Sumangerukka (ASR) agar tetap tenang dan terbuka terhadap kritikan dan aspirasi. Hadapilah setiap kritik dengan kepala dingin
" Saya percaya Pak Andi punya kedewasaan politik. Beliau tokoh yang dihormati dan paham arti dialog. Maka, hadapilah mahasiswa dengan kepala dingin, bukan dengan jarak, " tuturnya.
Lebih lanjut dikatakan, terkait pemenuhan janji publik terutama menyangkut kepentingan pendidikan dan kesejahteraan mahasiswa adalah wujud tanggung jawab moral seorang pemimpin.
Kalau ada janji yang belum terealisasi, sebaiknya komunikasikan secara terbuka. Rakyat bisa memahami asal dijelaskan dengan jujur dan lapang dada.
Untuk itu, pihaknya berharap agar kasus tersebut diselesaikan dengan dialog dan empati, bukan dengan kekerasan.
" Kalau ada yang melanggar aturan, tentu harus diproses. Tapi jangan sampai Mahasiswa yang ingin menyampaikan aspirasi justru diperlakukan tidak adil, " terangnya.
Terakhir Ia menguraikan, pemimpin harus rendah hati ketika menerima kritikan. Karena, inti dari kepemimpinan adalah kemampuan untuk mendengar, merangkul, bukan memperlihatkan kekuasaan.
" Kita ini semua bersaudara, tidak ada pejabat tanpa rakyat, serta tidak ada rakyat tanpa kepemimpinan. Oleh dari itu, marilah kita rawat hubungan ini dengan kasih, bukan dengan arogansi, " tutupnya.
Sebelumnya, sejumlah tokoh masyarakat Sultra di Jakarta, mulai dari La Ode Ida, Anggota DPD asal Sultra, Umar Bonte, Anggota DPR RI, Ridwan Bae menayangkan dugaan kriminalisasi puluhan mahasiswa yang menggelar aksi di Kantor Penghubung di Jakarta.
Untuk diketahui, peristiwa kriminalisasi terhadap puluhan Mahasiswa asal Sultra ini bermula pada Aksi yang disinyalir melakukan penyegelan pada Kantor Penghubung Pemerintah Provinsi (Pemprov) Sultra di Jakarta. Dimana, aksi ini sebagai bentuk protes terhadap janji Gubernur Andi Sumangerukka (ASR) yang dinilai belum menepati komitmen membangun asrama mahasiswa Sultra di Jakarta.(Rin/Red)