KENDARI,GAGASSULTRA.COM–Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Panitia Khusus (Pansus) bersama seluruh Organisasi Perangkat Daerah (OPD) 17 Pemerintah Daerah (Pemda) kabupaten dan kota se-Sultra melanjutkan rapat pembahasan substansi Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Tahun 2023-2043.
Pembahasan Raperda RTRW ini sudah memasuki hari ke empat mengundang Balai Jalan, Balai Sungai, Transportasi dan Balai lainnya yang menjadi perwakilan pemerintah pusat.
Ketua Pansus Raperda RTRW DPRD Sultra, Fajar Ishak Daeng Jaya mengatakan, Raperda yang dibahas merupakan revisi dari Perda RTRW Sultra tahun 2014. Raperda ini akan mensikronkan semua data yang diajukan tim penyusun Pemprov Sultra dengan data yang dimiliki oleh Pansus, sehingga tidak ada yang mendominasi satu kawasan.
Suasana rapat raperda RTRW
“Kita merevisi Perda RTRW ini untuk mensikronisasikan antara rencana tata ruang kita dengan rencana zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil yang dulu Perdanya berbeda dan sekarang kita integrasikan menjadi satu Perda,” jelasnya saat ditemui usai rapat, Selasa (29/8/2023.
Lebih lanjut dikatakan, banyak data yang mesti disinkronkan dalam pembahasan Raperda RTRW Sultra. Diantaranya, luas daratan Provinsi Sultra, Di dalam Perda RTRW sebelumnya, luas wilayah daratan Sultra 38.140 kilo meter persegi atau 3.814.000 hektar. Namun di dalam Raperda yang sementara digodok tersebut, luas wilayah daratan Sultra tersisa 3.600.000 hektar.
“Yang kita rumuskan di dalam Raperda terkait luas wilayah adalah 3.600.000 hektar. Ada selisih yang harus kita cari, tentunya kita kembali pada sejarah terbentuknya Sultra,” jelas Fajar Ishak.
Selain itu lanjut Fajar Ishak, yang akan disinkronkan adalah data pulau yang ada. Dalam Perda RTRW tahun 2014, Sultra memiliki 651 pulau, namun di dalam Permendagri tersisa 590 pulau. Kemudian setelah dideteksi ulang tersisa 595 pulau.
“Hal ini jelas karena berdasarkan data dari OPD kabupaten/kota yang diundang,” jelas anggota Komisi IV DPRD Sultra ini.
Selain itu, kawasan rencana zonasi pesisir dan pulau-pulau kecil dengan peruntungan kawasan yang kaitannya dengan kawasan pertambangan, seperti yang ada di Pulau Wawonii. Di dalam Perda RTRW tahun 2014, Pulau Wawonii tidak masuk kawasan pertambangan melainkan kawasan perikanan terpadu. Sehingga di dalam revisi RTRW saat ini juga sama, Pulau Wawonii sebagai kawasan perikanan terpadu bukan pertambangan.
“Kita (Pansus) tetap mempertahankan bahwa kawasan Pulau Wawonii sebagai kawasan perikanan terpadu. Tidak ada kawasan pertambangan di sana, termasuk tidak ada pola ruang untuk terminal khusus,” tegasnya.
Selain Pulau Wawonii, Pansus DPRD Sultra juga tidak memasukan Kota Baubau sebagai kawasan pertambangan. Begitu pula dengan daerah Kabupaten Buton Tengah. Tambang batu gamping di Kecamatan Mawasangka Timur tidak dimasukan di dalam revisi RTRW.
“Kita tidak menyetujui atau tidak memasukan Kota Baubau ada pertambangan mineral logam. Kemudian tambang batu gamping Buton Tengah kita arahkan menjadi kawasan wisata,” kata Legislator Hanura ini.(Lipsus)