KENDARI,GAGASSULTRA.COM-Calon Bupati Buton Selatan (Busel) periode 2024-2029, Adios tertarik maju bertarung di pemilihan kepala daerah (Pilkada) 2024. Karena melihat dua hal, pertama membaca peluang potensi daerah dan kedua letak geografis Buton Selatan.
"Letak geografis di dalam strategis bisnis Buton Selatan itu unggul. Hubungan bilateral dengan para investor, nah kalau bicara APBD, DAU dan DAK itu hak mutlak masyarakat punya. Kita jangan lagi mencari rezeki di APBD, dan kalau diotak atik keluar dari rambu rambu maka harus siap menanggung resiko hukum nya," ungkap Adios di kediamannya di Citraland Kendari pekan lalu.
Mantan Perhubungan Laut (Ex BUMN Badan Usaha Milik Negara, red) di PELNI (Pelayaran Nasional Indonesia, red) yang sekarang menjadi pengusaha menyatakan, bahwa dirinya tidak akan mengotak atik plot anggaran yang sudah jelas pos pos peruntukan nya. Untuk menghindari agar tidak tersandung kasus hukum selama menjabat, jika masyarakat Busel memberikan amanah untuk memimpin Busel kedepan.
Lalu pertanyaan nya bagaimana seorang Kepala Daerah (Adios, red) meningkatkan APBD suatu daerah? "Lalu kita butuh investor, dan investor itu juga kita lihat. Umpanya, saya (Adios,red) mau Jepangkan Buton Selatan berarti kita harus mampu menjalin kerjasama salah satu perusahaan luar negeri," jelas Adios.
Adios menjelaskan bentuk kerjasama yang dimaksud yakni dengan perusahaan Jepang. Maka yang harus dilakukan lebih awal adalah bagaimana membangun pelabuhan utama dulu yang harus dikembangkan. "Jadi kalau kita kerjasama bagaimana kita Jepangkan Buton Selatan, ada kapal tangkap ikan milik Jepang itu dimana sebelum mereka melakukan kerjasama untuk menangkap ikan semua laut nya dicek untuk mengetahui jenis ikan yang mendominasi di dalam laut itu," pungkas Adios.
Bahkan menurut Adios semua aktivitas penangkapan dikendalikan melalui alat kontrol dan remot dari atas kapal. Jadi tinggal memilih tombol mana yang hendak ditekan sehingga jenis ikan ini yang masuk dalam pukat kapal tersebut tanpa merusak populasi jenis ikan di sekitarnya. Misalnya tekan tombol warna biru, jenis ikan ini yang muncul itulah hebatnya orang Jepang.
"Karena pengalaman pribadi saya waktu di kapal Kalparagon dengan Kapal Sando, ketika saya agen ternyata dia punya alat tangkap ikan itu luar biasa. Tapi orang Jepang itu tidak sama dengan orang Taiwan, bedanya mereka itu adalah alat tangkapan. Kalau orang Taiwan yang dijaga dia selalu menggunakan Pukat Harimau sehingga dia sapu habis biar yang masih kecil-kecil," pungkas Adios.
Sementara orang Jepang menurut Adios, ketika menangkap ikan alat tangkapan mereka tetap ramah lingkungan tanpa menghabiskan semua jenis ikan biar masih kecil. Namun demikian semua itu tetap bisa dikendalikan melalui regulasi yang dibuat oleh pemerintah daerah. Ketika menandatangani MoU (kesepakatan kerjasama, red) misalnya maka sudah harus tertuang di dalam nya agar tidak merusak jenis populasi ikan di dalam laut daerah Busel misalnya.
Adios tertarik dan fokus pada sektor kelautan dan perikanan? Karena di lingkungan kelautan dan perikanan akan banyak menyerap tenaga kerja yang begitu banyak. "Baru yang bekerja itu bukan 100 atau 200 orang yang melaut. Maka sumber untuk menambah APBD kita itulah hasil sehingga dari anggaran sekian misalnya tapi karena dilihat potensi bukan lagi 600 miliar per tahun tapi bisa Rp. 1 triliun atau 2 triliun," katanya.
Menurutnya, masih ada beberapa sektor yang perlu dimaksimalkan untuk menopang sumber pendapatan APBD Busel, misalnya sektor pertanian dan peternakan. "Khusus untuk saya (Adios, red) sebelum memaksimalkan pertanian maka perlu dilakukan deteksi kondisi lahan pertanian utamanya kadar tanahnya kira kira tanaman apa yang cocok di atas tanah Busel ini, sehingga petani ketika menanam tidak sia sia tapi memang tanaman yang bisa menghasilkan agar bisa menambah kondisi keuangan masyarakat," katanya. (Redaksi)