Oleh : L. M. Azhar Sa’ban, S.H., M.IP.
Akademisi, Tinggal di Baubau.
Berbagai kalangan sangat peduli nasib Baubau lima tahun ke depan. Kalangan berpendidikan dan berwawasan ini meliputi akademisi, pejabat/mantan pejabat, ASN, pengusaha, mahasiswa, agamawan, pensiunan, karyawan, dan para sarjana lain. Pertanyaan di benak mereka: Paslon mana dari lima kontestan berpotensi memenangkan kontestasi?. Mereka lalu mendengar suara-suara termasuk di arus bawah.
Perburuan informasi menghasilkan gambaran potensi kemenangan yang ternyata menunjuk paslon nomor 1. Rasa penasaran menuntun pada usaha mengetahui apa penyebabnya. Hasilnya ternyata merujuk pada kelebihan La Ode Ahmad Monianse yang memiliki dua keunggulan; pertama: Figur, dan kedua: Dekat dengan Konstituen. Tulisan ini mendeskripsikan dua hal tersebut.
Figur, biasa digambarkan pada literatur sebagai rekam jejak (track record). Figur juga dihubungkan dengan sifat-sifat pribadi dalam bingkai “orang baik”. Jika rekam jejak membentuk “kelebihan si kandidat”, maka kedekatan konstituen pada gilirannya membangun popularitas, dengan bahasa sederhana: “dikenal dan disukai”. Jika faktor “kelebihan” dikaitkan wawasan dan kiprah di masa lalu yang peduli dan berpihak kepada rakyat; maka “kedekatan dengan konstituen” adalah sifat pribadi yakni: akrab dengan orang banyak, bergaul dengan seluruh lapisan masyarakat, berbaur dengan warga.
Pak Moni dipandang unggul karena rekam jejak dan pengalaman lengkap di lembaga legislatif dan eksekutif. Ini fakta Sejarah, dan hanya dimiliki seorang monianse. Di waktu lalu, ia pernah menjadi aktivis saat mana La Moni muda peduli pada persoalan-persoalan dihadapi masyarakat. Ia juga malang-melintang di organisasi non-pemerintah (Sintesa), dengan program-program pro-rakyat yakni penyediaan air bersih, akses pengobatan warga tidak mampu, dan sebagainya.
Tiga tahun sebagai Wakil Walikota dan dua tahun Walikota masih diingat orang bagaimana ia menyelesaikan sejumlah masalah dan memperbaiki pelayanan publik. Sebut saja beberapa: peningkatan infrastruktur jalan, perbaikan kualitas layanan dan kedaruratan kesehatan, peningkatan akses BPJS, manajemen layanan PDAM, peletakan fondasi permodalan UMKM, keteguhan memperjuangkan hak rakyat di area Bandara Betoambari, pembangunan perpustakaan, fasilitas olahraga, dan lain-lain.
Di sisi lain, Monianse akrab dengan warga kota. Ia terbiasa berbaur di gode-gode, atau di bangku bawah pohon. Warga sering melihat ia tiba-tiba singgah di kerumunan orang yang sedang bermain catur, domino, atau sekedar minum kopi rame-rame. Ia tidak membatasi diri sebagai orang yang harus berada di “area terhormat”. Ia terbiasa keluar dari zona nyaman sebagai orang terpandang, lalu berbaur dengan anak muda, dengan pegiat olahraga, seniman, pemerhati budaya, dan tokoh masyarakat lainnya.
Akhirnya, penentuan berada dalam kekuasaan pemilih melalui pencoblosan Pilwali 27 November 2024. Kepada sosok mana warga kota akan memberikan kepercayaan untuk menjalankan roda pemerintahan, upaya pembangunan, dan pelayanan masyarakat? Akankah kota ini diserahkan kepada figur yang tidak memiliki rekam jejak yang mumpuni? Akankah warga kota menukarkan tanggungjawab memilih yang terbaik dengan sejumlah uang? Penduduk Kota Baubau tentu tidak ingin “terjadi salah urus” karena menyerahkan pemerintahan kepada sosok yang tidak tepat. Waktu lah yang akan membuktikan.***